Sembilan Rekomendasi Hak Politik OAP Hasil Rakor MRP se-Tanah Papua

Suasana rapat koordinasi MRP di Tanah Papua dan Fraksi Otsus

Metro Merauke – Majelis Rakyat Papua (MRP) dari empat provinsi di Tanah Papua bersama fraksi Otsus, di DPR Papua dan DPR Papua Barat menyepakati sembilan poin rekomendasi terkait hak politik orang asli Papua (OAP) yang ada di Tanah Papua.

Sembilan poin rekomendasi itu disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) bersama di Kampung Baru, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Kamis (28/3/2024) 

Bacaan Lainnya

Dokumen rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Dewan Kehormatan MRP Provinsi Papua, Dorlince Mehue, Ketua MRP Provinsi Papua Barat, Judson Ferdinandus Waprak, Ketua MRP Provinsi Papua Pegunungan, Agus Nikilik Hubi, Ketua MRP Provisi Papua Barat Daya, Alfons Kambu, Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai dan Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat, George Karel Dedaida.

Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai mengatakan, rapat koordinasi itu sebagai langkah nyata menyikapi dinamika dan situasi pemenuhan hak politik orang asli Papua.

“Isu hak politik orang asli Papua ini memang merupakan pembahasan yang hangat dalam rapat koordinasi itu,” kata John NR Gobai melalui aplikasi pesan singkatnya, Jumat (29/3/2024).

Sembilan poin rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat koordinasi itu, yakni pertama mendorong proteksi hak politik orang asli Papua dalam rekrutmen dan seleksi partai politik sebanyak 80 persen dari jumlah kursi DPR provinsi, dan DPR kabupaten/kota [yang diusung] melalui partai politik.

Kedua, mendorong harmonisasi ketentuan Pasal 28 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021 (tentang Otsus Papua), dalam Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilihan Umum, Undang-Undang MD3, Undang-Undang Pilkada dan Peraturan KPU.

Ketiga, meminta calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati/calon wakil bupati dan calon walikota/wakil walikota [harus] orang asli Papua. Keempat, calon dan qnggota DPR RI dan DPD RI [harus] orang asli Papua.

Kelima, mendorong dilakukannya amandemen terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 tentang Majelis Rakyat Papua.

Keenam, mendorong penguatan tugas dan wewenang serta hak Fraksi Otonomi Khusus [di DPR Papua Barat) dan Kelompok Khusus DPR Papua.

Ketujuh, membentuk asosiasi MRP se-Tanah Papua. Kedelapan, membentuk kaukus DPR Papua dan DPR kabupaten/kota [dari anggota DPR] melalui mekanisme pengangkatan di Tanah Papua.

Kesembilan, Asosiasi MRP se-Tanah Papua menyepakati pelaksanaan Rapat Kerja selanjutnya setelah Idul Fitri di Jayapura.

“Sembian poin rekomendasi itu diserahkan para pimpinan MRP se-Tanah Papua kepada Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat dan saya sebagai Ketua Poksus DPR Papua, untuk ditindaklanjuti dengan pembentukan Kelompok Kerja guna menyusun regulasi, dan dilanjutkan kepada pemerintah pusat,” kata John Gobai. 

Gobai menjelaskan, sembilan rekomendasi ini bermakna penting dan strategis. Penting karena rekomendasi tersebut bersifat proteksi hak dasar politik bagi orang asli Papua dari ancaman persaingan bebas. 

Dipandang strategis, karena rekomendasi ini mengingatkan kepada negara, agar dihormati daya kekhususan yang dimiliki undang-undang yang bersifat khusus yang diamanatkan konstitusi UUD 1945 pasal 18 B ayat ( 2).

Karenanya ia berpendapat, sembilan rekomendasi itu harus dilembagakan melalui ketetapan dalam Peraturan Daerah Khusus (Pedasus) atau Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan/atau Peraturan Pemerintah (PP)

“Daya pemberlakuan Peraturan daerah dan Peraturan Pemerintah sebenarnya sama. Keduanya berada dalam sistem dan hirarki perundang-undangan di Indonesia. Tetapi Peraturan Pemerintah lebih daya pengikatnya dari pada Perda. Karena itu khusus rekomendasi tentang rekrutmen politik dan calon kepala daerah sebaiknya segera ditetapkan melalui PP atau Permendagri,” ucapnya. (Arjuna)

Untuk Pembaca Metro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *