Metro – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia atau KPU RI dalam menyusun Peraturan KPU atau PKPU Nomor 8 Tahun 2024 dianggap tidak memahami Undang-Undang Otonomi Khusus atau UU Otsus Papua.
Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah atau Bapemperda DPR Papua, John NR Gobai berpendapat KPU RI terkesan tidak memahami UU Otsus Papua dalam penyusunan PKPU.
Ia mengatakan, dalam rekrutmen politik di Papua, terlihat berbagai pihak belum rela orang asli Papuabmenguasai semua jabatan politik dalam seleksi dan rekruitmen politik oleh partai politiknya.
“Tentunya ini bertentangan roh Undang-Undang Otsus. Misalnya terkait pencalonan bupati dan wakil bupati di Tanah Papua, dalam kaitan dengan tugas Majelis Rakyat Papua (MRP),” kata John Gobai.
Ketua Kelompok Khusus DPR Papua itu mengatakan, PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Pasal 138 yakni pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota pada daerah khusus dan/atau istimewa atau dengan sebutan lain, diberlakukan ketentuan dalam Peraturan Komisi ini, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan.
Katanya, daerah khusus dan/atau daerah istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi daerah yang berdasarkan kekhususannya atau keistimewaannya diatur dengan undang-undang.
Menurutnya, adapun tugas dan wewenang MRP sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, Pasal 20 ayat (1), MRP mempunyai tugas dan wewenang, memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah
Poin (e), memberikan pertimbangan kepada DPRP,Gubernur, DPRK, dan Bupati/Wali Kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua.
Sementara itu, dalam penjelasan, UU Nomor 2 Tahun 2021, Pasal 20 ayat (1) huruf e, kata Gobai, yang dimaksud dengan “pertimbangan” termasuk pertimbangan MRP kepada DPRK dalam hal penentuan bakal calon Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.
“Pengaturan penjelasan huruf e, haruslah diatur kembali, karena bukan DPRK yang mengusulkan atau memilih bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota tetapi partai politik dan penyelenggara pemilihan dalam hal ini KPU, artinya frasa DPRK harus dipahami penyelenggaran pilkada di Papua adalah parpol dan KPU,” ucapnya.
Gobai berkesimpulan, hal mendasar disusunnya UU Otsus salah satunya adalah pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua, serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.
Katanya, pengaturan pada Pasal 20 ayat (1) huruf e UU Nomor 2 Tahun 2021, menunjukan selain bakal calon gubernur dan wakil gubernur, namun secara tersirat menyaratkan bahwa dalam proses pikada dalam hal penentuan keaslian Papua bakal calon bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota, penyelenggaran wajib meminta pertimbangan MRP.
“Pertimbangan MRP terkait keaslian Papua bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan PKPU. Untuk itu, perlu ditegaskan di sini bahwa dalam penyusunan PKPU terbaru, terlihat KPU tidak memahami Undang-Undang Otsus, dalam membuat Bab dan pasal khusus untuk daerah bersifat khusus dan istimewa,” ucap John Gobai. (Arjuna)