DOB PPS Mau Dibawa Kemana?

(Mencermati ‘Penipuan’ Pj Gubernur Terhadap Proses Pemilihan MRP PPS)

Oleh: Dominikus Cambu

Bacaan Lainnya

Kehadiran DOB dan Tugas Penjabat Gubernur

Kehadiran DOB 4 Provinsi Papua adalah untuk mendukung percepatan pembangunan di Papua. Tujuan pemerintah dalam membentuk DOB yakni untuk pemerataan sosial, percepatan pembangunan, meningkatkan pelayanan publik, dan meningkatkan harkat dan martabat manusia Papua.

Sasarannya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan memudahkan mengatasi persoalan-persoalan konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Papua

DOB 4 Provinsi di tambah 2 Provinsi yang lama telah dibentuk berbasis wilayah adat dengan tujuan untuk mempermudah rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang langsung bersentuhan dengan Orang Asli Papua

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Otsus yang merupakan perubahan dari UU Nomor 21 tahun 2021 sebagai dasar penguatan DOB di Tanah Papua dengan mengedepankan filosofi dasar atau afirmasi pemberdayaan dan perlindungan bagi OAP dapat dilakukan akselerasi percepatan menuju OAP yang mandiri dan sejahtera.

Langkah awal DOB secara keseluruhan di Tanah Papua termasuk Provinsi Papua Selatan dalam penyelenggaraan pembangunan pemerintahan wajib dilakukan oleh Penjabat Gubernur meliputi 4 hal yaitu: pembentukan struktur organisasi perangkat daerah, mempersiapkan infrastruktur dan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk menjalankan pemerintahan, membentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Provinsi Papua Selatan, serta mempersiapkan pemilihan gubernur definitif.

Pelanggaran Panitia Provinsi Bersama Kaban Kesbangpol dan Asisten I Yang Tidak Digubris Penjabat Gubernur

Panitia Provinsi, Panitia Pengawas bersama dengan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Papua Selatan menghadap Pj Gubernur tanggal 27 Mei 2023 untuk melaporkan hasil pleno tanggal 24 Mei 2023 di Swiss-Belhotel. Pada saat itu Panitia Pengawas melaporkan kepada Pj Gubernur seluruh tahapan pemilihan MRP sampai pada tahap pleno tanggal 24 Mei 2023.

Panitia Pengawas melaporkan semua masalah yang dibuat oleh Panitia Pemilihan Provinsi dan memberikan rekomendasi pada Pj Gubernur agar hasil pleno tanggal 24 ditunda dan dievaluasi secara menyeluruh demi menghindari konflik antar Orang Asli Papua.

Setelah mendengar laporan panitia, Pj Gubernur perintahkan panitia provinsi untuk pleno ulang tanggal 31 Mei 2023 didampingi oleh Asisten I provinsi dan Kaban Kesbangpol Provinsi.

Ada banyak masalah yang dilaporkan oleh Panitia Pengawas kepada Pj Gubernur, tapi masalah utama yang dilaporkan terkait dengan pleno tanggal 24 Mei adalah tidak adanya berita acara dalam semua tahapan dan panitia provinsi merubah nama-nama calon MRP Perwakilan Adat dan Perempuan yang sudah ditetapkan oleh Panitia Pemilihan 4 Kabupaten yang mana itu menjadi tugas dan kewenangan Panitia Kabupaten yang tidak bisa diganggu gugat atau dirubah oleh panitia provinsi.

Kejanggalannya, panitia provinsi melakukan pleno tanggal 31 Mei di Hotel Coreinn sama hal dengan pleno tanggal 24 Mei di Swiss-Belhotel.

Artinya sama persis, yaitu tidak ada berita acara dan nama-nama calon anggota MRP yang dibacakan tanggal 24 Mei itu lagi yang dibacakan tanggal 31 Mei 2023 di Hotel Coreinn.

Dari hasil ini, saya berasumsi bahwa Pj Gubernur tidak menggubris atau mendengar saran Panitia Pengawas, laporan gugatan calon peserta MRP dan laporan Gugatan Panitia Pemilihan dari 4 Kabupaten.

Artinya, bisa jadi Pj Gubernur, Panitia Provinsi, Kaban Kesbangpol Provinsi, Asisten I dan cs-nya telah bekerjasama dan satu komando.

Panitia Provinsi bersama Kaban Kesbangpol Provinsi dan Asisten I tanggal 2 Juni menyerahkan hasil pleno kepada Pj Gubernur dan melaporkan kisruh yang terjadi pada tanggal 31 Mei saat pleno di hotel Coreinn.

Menindaklanjuti tahapan MRP itu, Pj Gubernur mengundang Forkopimda untuk rapat tanggal 6 Juni di ruangan Kantor Gubernur dengan agenda ‘Minta Pertimbangan Terhadap Masalah Pemilihan MRP yang sedang terjadi’.

Dalam rapat itu Panitia Pengawas melaporkan masalah tidak ada berita acara, panitia provinsi merubah nama-nama calon MRP Perwakilan Adat dan Perempuan yang sudah ditetapkan oleh panitia pemilihan 4 kabupaten yang mana itu menjadi tugas dan kewenangan panitia kabupaten yang tidak bisa di ganggu gugat atau dirubah oleh panitia provinsi serta masalah penyebab kisruh saat pleno.

Masukan dari Forkopimda yaitu ikuti aturan dan mekanisme pemilihan serta apa yang sudah direkomendasikan dan diusulkan oleh panitia dari 4 kabupaten itu yang dipakai, jangan dirubah atau digonta ganti, bahkan tidak boleh ada nama-nama yang dimasukan tanpa melewati panitia kabupaten.

Jawaban Pj Gubernur adalah semua masukan akan dipertimbangan dan diatur sesuai dengan PP 54, PP 106, Peraturan Gubernur Nomor 14 dan Peraturan Panitia Provinsi Nomor 03.

Pj Gubernur tidak mendengar masukan Panitia Pengawas dan Forkopimda, kemudian dengan alibi mereka, Pj Gubernur buat rapat dengan tokoh-tokoh agama tanggal 12 Juni 2023 dan rapat dengan 4 Bupati dan 4 ketua DPRD dari kabupaten Mappi, Asmat, Boven Digoel dan Merauke pada tanggal 13 Juni di kantor Gubernur dengan agenda: Minta Pertimbangan Terhadap Masalah MRP Yang Sedang Terjadi.

Masukan tokoh-tokoh agama adalah apa yang sudah direkomendasikan oleh para tokoh agama itu yang ditetapkan sebagai calon MRP, tapi itu juga tidak didengar atau ditindaklanjuti oleh Pj Gubernur, malah jawabannya adalah akan dipertimbangkan dan berpatokan pada peraturan pemilihan anggota MRP.

Masukan yang sama dari 4 Bupati dan 4 Ketua DPRD dari Mappi, Asmat, Boven Digoel dan Merauke yaitu nama-nama calon MRP Perwakilan Adat dan Perempuan yang sudah ditetapkan oleh panitia dari 4 Kabupaten itu yang dipakai bukan sebaliknya.

Jawaban Pj Gubernur akan dipertimbangkan dan berpedoman pada peraturan, serta nama yang sudah ditetapkan oleh panitia kabupaten tidak bisa dirubah. Ternyata itu tipu semua hanya untuk mengelabui masyarakat.

Ini fatal, seorang Pj Gubernur bersama csnya tanpa rasa salah dan malu bisa menipu 4 Bupati, 4 ketua DPRD, Tokoh Agama, Forkopimda dan masyarakat. Sungguh ironis. Semua itu pejabat publik dari 4 kabupaten dan pejabat publik Provinsi Papua Selatan.

Masyarakat Papua Selatan sangat menghormati dan menghargai mereka, tapi bagi Pj Gubernur dan csnya, dalam hal ini tidak sama sekali menghargai dan menghormati mereka.

Hal itu bisa kita lihat pada saat nama-nama calon MRP yang di Uji Publik tanggal 28 Juni – 3 Juli 2023 adalah nama-nama yang Panitia provinsi sudah tetapkan pada pleno 24 Mei dan 31 Mei.

Banyak gugatan yang masuk pada saat uji publik, namun sayang semua tidak diperhatikan dan jadi bahan pertimbangan, karena nama-nama calon MRP yang dibacakan oleh Kaban Kesbangpol dan Asisten I pada tanggal 27 Juli setelah uji publik adalah nama-nama calon MRP yang masih sama dengan hasil pleno tanggal 24 Mei dan 31 Mei 2023.

Dan tanggal 28 Juli, Pj Gubernur umumkan hasil Uji Publik dan ternyata nama-nama calon MRPnya masih sama dengan hasil pleno tanggal 24 Mei dan 31 Mei 2023. Walaupun memang, ada pergantian pada wakil agama Islam, dari Antonius Wandia, menjadi Awaludin Gebze.

Pj Gubernur tidak konsisten dengan apa yang diucap dan janji. Katanya, MRP ini untuk Orang Asli Papua, kok ada darah campuran yang dimasukkan oleh Pj Gubernur?

Pernyataan Pj Gubernur yang sangat ‘menipu’ dan mengelabui masyarakat ketika mengumumkan 33 nama calon MRP yang akan dikirim ke Kementerian adalah; proses perubahan itu dapat terjadi ditingkat panitia kabupaten, provinsi, Pj Gubernur dan Menteri.

Pernyataan yang menyesatkan karena proses pemilihan ditingkat Kabupaten sudah berjalan sesuai dengan PP 54, PP 106, Peraturan Gubernur Nomor 14 dan Peraturan Panitia Pemilihan Provinsi Nomor 03. Tidak ada masalah disitu. Jadi jika diteruskan ke Panitia Provinsi dan Pj Gubernur, seharusnya tidak bermasalah dan baik baik saja.

Pokok masalah saat ini adalah, panitia provinsi merubah nama-nama calon MRP yang diusulkan oleh Panitia Kabupaten dan rekomendasi dari tokoh agama. Masalah ini dibuat oleh panitia provinsi dan boleh disebut; Pj Gubernur, bersama Kaban Kesbangpol, Asisten I dan Panitia Provinsi sudah bersekongkol dan bersepakat sama-sama untuk melanggar aturannya sendiri.

Jadi, saya berasumsi bahwa itu formalitas untuk tipu kami masyarakat saja agar terlihat ada perhatian dan tindakan pemerintah dalam hal ini Pj Gubernur dan csnya.

Pj Gubernur tidak menetapkan nama-nama calon MRP yang diusulkan Panitia Pengawas, Forkopimda, tokoh Agama, 4 Bupati, 4 Ketua DPRD dari 4 Kabupaten, Panitia 4 Kabupaten dan peserta calon yang datang ke Pj Gubernur dan menangis minta tegakkan aturan dan bertindak jujur dan benar.

Dari peristiwa ini, Pj Gubernur dan csnya membuat konflik antar sesama anak asli Papua, membuat kita Orang Asli Papua kehilangan kepercayaan kepada Pemerintah, membuat kita sesama Orang Asli Papua bangun tembok pemisahan antar kita sesama anak Papua Selatan, memperlambat jadwal pembentukan MRP dengan begitu jadwal pembentukan DPRP dan DPRK afirmatif molor, menghambat proses berjalannya Pemerintah PPS (didalamnya juga ada terlambat pembangunan Kantor Gubernur dan masih banyak lainnya).

Peristiwa lain lagi yang menjadi janjinya ketika penyambutan Pj Gubernur tanggal 18 November 2022 bahwa akan diperjuangkan hak afirmatif OAP menduduki Jabatan di Kantor Gubernur dan Provinsi ini untuk OAP, namun sayangnya bisa kita lihat jabatan dan staf di kantor Gubernur di kuasai Non Papua.

Secara tidak langsung Pj Gubernur tidak menjalankan perintah Undang-undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Otsus yang merupakan perubahan dari UU Nomor 21 tahun 2021 sebagai dasar penguatan DOB di Tanah Papua, dengan mengedepankan filosofi dasar atau afirmasi pemberdayaan dan perlindungan bagi OAP, dapat dilakukan akselerasi percepatan menuju OAP yang mandiri dan sejahtera. (Penulis adalah pemerhati dan praktisi sosial politik di Papua Selatan)

UNTUK PEMBACA METRO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *