Metro Merauke – Belakangan ini sejumlah pelaku seni di Papua menyatakan seni dan budaya di Bumi Cenderawasih mulai kehilangan panggung.
Situasi itu disebabkan tidak adanya agenda pertunjukan rutin yang digelar pemerintah daerah.
Sekretaris Komisi V DPR Papua yang membidangi seni dan budaya, Fauzun Nihayah mengatakan penting melestarikan seni dan budaya yang merupakan ciri khas Bumi Cenderawasih.
“Yang mesti digaris bawahi soal seni dan budaya ciri khas di Papua, itu harus dilestarikan. Pemda harus punya tanggungjawab melestarikan seni dan budaya setiap daerah di Papua,” kata Fauzun melalui panggilan teleponnya, Rabu (11/11).
Menurut politikus Partai Nasional Demokrat atau NasDem itu, Papua merupakan miniatur Indonesia. Beragam suku, agama, budaya, dan seni ada di negeri matahari terbit ini.
Terdapat lima wilayah adat di provinsi paling Timur Indonesia tersebut, yakni Mamta, Saireri, Lapago, Meepago dan Animha. Setiap wilayah adat itu memiliki ciri khas seni dan budaya tersendiri.
“Seni dan budaya itu merupakan bagian dari identitas sebuah daerah. Artinya pemerintah memang perlu memperhatikan dengan serius,” ujarnya.
Katanya, perhatian serius pemerintah terhadap seni dan budaya tidak hanya sekadar menggelar pagelaran pada waktu-waktu tertentu. Akan tetapi mesti ada pendampingan berkelanjutan terhadap para pelaku seni.
Ia mengatakan, pemerintah dan pelaku seni juga mesti membangun komunikasi dan koordinasi secara baik. Dengan begitu pemerintah tahu program pendampingan seperti apa yang diinginkan para pelaku seni.
“Bagaimana membangun komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dan para seniman. Kuncinya koordinasi dan komunikasi,” ucapnya.
Fauzun juga sepakat jika pemerintah melibatkan pihak ketiga dalam pagelaran seni dan budaya. Pelibatan pihak ketiga dinilai penting untuk mensukseskan suatu event seni dan budaya, juga sebagai ajang promosi.
Seniman Papua Terancam Kehilangan Panggung
Dikutip dari jubi.co.id, Ketua Sanggar Seni Honong di Kampung Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Yohanes Theodorus Yepese mengatakan kini banyak seniman di Papua terancam kehilang panggung.
Menurut pria yang sudah 45 tahun menekuni dunia seni itu, kondisi tersebut disebabkan pentas-pentas seni yang sering dilakukan pemerintah daerah melalui instansi teknis sudah jarang dilakukan.
“Ini menyebabkan banyak seniman kehilangan panggung dan momentum untuk menampilkan karya yang telah mereka buat,” kata Theodorus Yepese.
Menurutnya, pembinaan yang selama ini dilakukan pemerintah daerah hanya bersifat pementasan dengan memanfaatkan momentum melaksanakan program yang instansi teknis terkait.
Padahal yang diharapkan adanya pembinaan secara rutin dan berkelanjutan dalam mensosialisasikan seni tari dan budaya.
“Dampaknya, para pelaku seni mulai beralih profesi. Pelestarian nilai budaya mulai hilang begitu saja. Seni tari, bahasa ibu, diambang kepunahan. Hanya dengan pementasan, pagelaran dan festival budaya, seni tari dan bahasa ibu dapat diselamatkan,” ucapnya. (Arjuna)