Kepada Anggota DPR RI, Petani Merauke Sampaikan Keluhan Pupuk Subsidi

Metro Merauke – Upaya petani untuk terus bekerja keras menanam padi di masa pandemi Covid-19 terasa semakin berat. Sebab, belakangan ini pupuk subsidi yang harganya murah kian langka di lapangan, sehingga tidak banyak yang bisa dirasakan petani kecil.

Seperti yang diungkapkan Sunaryo sebagai penyuluh di Wasur, RT 18, Kelurahan Rimba Jaya kepada Anggota Komisi IV DPR RI yang turun reses di Merauke. Petani setempat mengeluhkan permasalahan pupuk.

Bacaan Lainnya

Diuraikan, dengan luas tanam padi 300 hektar pada Desember 2020 – Januari 2021, membutuhkan pupuk sebanyak 20 ton. “Namun, kemampuan pemerintah akan pupuk hanya 7-12 ton saja. Itu pun sulit didapatkan, karena persyaratannya yang rumit,” ujarnya.

Petani kini menaruh harapan besar kepada wakil rakyat (DPR RI), dapat memberikan solusi lewat aspirasi yang telah disampaikan masyarakat. Sehingga permasalahan petani mengenai pupuk yang kerap terjadi dapat teratasi.

Kondisi yang dialami petani kontras dengan kebijakan subsidi pupuk. Menurut Anggota DPR RI, H. Sulaeman L Hamzah, hal tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan. Lewat kebijakan itu diyakini akan meningkatkan produktivitas pertanian.

Dijelaskannya, mengenai kelangkaan pupuk yang dirasakan petani Merauke, ternyata merata di Indonesia. Hal ini terjadi, menyusul adanya masalah di internal produsen. Dan pemerintah punya tanggungjawab untuk menyeselesaikan tunggakan yang tersisa di produsen pupuk, kurang lebih mencapai Rp5,6 Triliun.

“Saat ini Kementrian bersama mitranya sedang melakukan pembenahan managemen pupuk, termasuk di daerah sampai ke tingkat pengecer,” katanya.

Hal lain yang menjadi problem pupuk, lanjut Sulaeman, petani yang sudah mapan turut menuntut mendapatkan pupuk bersubsidi. “Penyaluran pupuk subsidi seharusnya diberikan kepada petani masimal memiliki 2 hektar sawah. Saya buka di sini (Wasur), kelangkaan pupuk waktu itu saya temukan juga diberikan untuk petani di atas 2 hektar bahkan yang memiliki 10 hektar,” jelasnya panjang lebar.

“Selain itu, data yang digunakan merupakan data lama. Mestinya data yang digunakan setiap tahun diperbarui. Sementara ini disusun kriteria petani miskin. Dulu ukurannya 2 hektar, dengan adanya kejadian-kejadian, kemungkinan akan turun 1 hektar yang mendapat subsidi,” timpalnya.

Dirinya memastikan akan mengawal setiap kebijakan di sektor pertanian dengan optimal. Termasuk kebijakan pupuk bersubsidi yang banyak bermasalah dalam penyalurannya.

“Begitu seriusnya saya untuk melihat Merauke sebagai percontohan pertanian. Tidak boleh ada keluhan. Dan soal kualitas beras harus juga ditingkatkan supaya mudah jangkauan pemasaran,” tandasnya. (Nuryani)

UNTUK PEMBACA METRO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *