Metro – Salah satu tokoh pemuda Kabupaten Sarmi, Papua, Rafel W Sembor mempertanyakan pencairan dana desa di Kabupaten Sarmi yang dicairkan H-7 menjelang pelaksanaan pilakda pada November 2024 lalu.
Rafel W Sembor mengatakan tujuh hari menjelang pelaksanaan pilkada di Kabupaten Sarmi, ada pencairan dana desa. Selain itu, dana desa yang dicairkan itu dipotong oleh staf Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung atau DPMK senilai Rp40 juta.
Menurutnya, hal itu disampaikan oleh beberapa kepala kampung. Mereka mengaku pencairan dana kampung itu dilakukan pada 20 November 2024 hingga 26 November 2024.
Ia pun merasa ada kejanggalan dalam pencairan dana kampung menjelang pilkada itu. Katanya, pencairan dana kampung pada masa tenang pilkada itu patut dicurigai.
“[Namun] parahnya tidak ada dokumen administrasi untuk pertanggung jawaban. Kemudian staf Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung memotong dana desa tersebut. Pertama Rp30 juta alasannya mau Bimtek, dan kemudian Rp10 juta untuk administrasi,” kata Rafel W Sembor pada Jumat malam, 24 Januari 2025.
Menurutnya, setiap kampung mestinya mendapat dana desa Rp147 juta. Namun karena dipotong Rp40 juta, sehingga setiap kampung hanya menerima Rp107 juta.
Ia menegaskan, temui itu disampaikan pihaknya hingga ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Setelah itu, Kepala DPMK Kabupaten Sarmi, Edward Timo membuat surat klarifikasi, dengan mencari dan mendatangi sendiri para kepala kampung untuk meminta tanda tangan surat pernyataan bahwa tidak ada pemotongan.
“Padahal pemotongan itu ada yang diserahkan kepada staf DPMK, itu yang saya dengar langsung dari kepala-kepala kampung, dan aparat kampung lainnya,” ucapnya
Menurutnya, para kepala kampung diancam apabila tidak menandatangani dokumen administrasi pertanggungjawaban akan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
“Kenapa mau ditangkap ? kepala kampung bikin salah apa ? Kalau kerja baik dan benar tidak perlu menakut nakuti mereka, pasti ini ada yang sangat tidak beres,” ujarnya.
Rafael mengatakan, patut dipertanyakan uang yang dicairkan menjelang pelaksaan pemungutan suara itu digunakan untuk apa. Sebab, di setiap kampung ada pendukung pasangan calon nomor urut 01, nomor urut 02, dan nomor urut 03.
“Kita tidak tahu kan paslon 01 itu ambil dana dari desa-desa untuk apa. Yang jadi pertanyaan jika tidak ada indikasi ke situ, ya harus transparan. Lapang dada, diperiksa to, ini negara hukum konstitusi, kita semua dilindungi undang -undang kenapa mesti takut,” kata Rafael.
Ia berharap, ke depan masyarakat Sarmi bisa memahami dan mengerti demokrasi dengan baik. Bagaimana demokrasi bisa berjalan dengan adil, jujur, tanpa intimidasi tanpa money politik, tanpa paksaan, dan netralitas sebagai seorang ASN. (Arjuna)