Metro Merauke – Saat ini sayuran yang terbebas dari penggunaan bahan-bahan kimia sangat sulit dijumpai di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Pun jenis sayuran organik juga sangat terbatas, bila ada yang mengklaim memproduksi sayuran organik, maka perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam, disebabkan banyaknya persyaratan yang perlu dipenuhi dalam menghasilkan sayuran organik.
Hal tersebut dikatakan Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Pengabdian Masyarakat, Dr. Ir. Abdullah Sarijan, MP.
Menurutnya, apakah sayuran yang dihasilkan hanya menggunakan pupuk organik dan juga tidak melakukan penyemprotan pestisida/herbisida berbahan kimia dapat dikatakan sebagai sayuran organik?
Jawabannya belum bisa disebut sebagai sayuran organik. Sebab, kata Abdullah, perlu adanya penelusuran lebih jauh terkait bahan atau media yang digunakan.
“Misalnya pupuk organik apa yang digunakan, dari mana asal bahan bakunya dan lain sebagainya. Sebagai contoh bila yang digunakan adalah pupuk kandang ayam, maka ditelusuri lebih lanjut, apakah pakan ayam yang diberikan terdapat campuran pengawet, obat berbahan kimia, apakah selama pemeliharaannya ayam diberikan obat-obatan kimia,” katanya.
Dan, sambungnya, jika ternyata ada bahan-bahan kimia yang digunakan, maka kotoran ternak yang dihasilkan tidak dapat digolongkan sebagai kotoran ayam bebas bahan kimia.
Tak sampai disitu, sejarah lahan juga perlu ditelusuri. Jika sebelumnya lahan pernah digunakan untuk penanaman sayuran yang menggunakan bahan kimia, maka lahan tersebut boleh digunakan untuk penanaman sayuran secara organik, namun sayuran yang dihasilkan tidak dapat diklaim sebagai sayuran organik.
“Ini hanyalah beberapa syarat dari sekian banyak syarat untuk menghasilkan sayuran organik,” ujar Abdulah.
Dia menjelaskan, Kkegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan sejak 28 September 2024 di Panti Asuhan ABBA, dan tanggal 11 Oktober 2024 di Pondok Pesantren Annajah Yamra 2, dengan sasaran untuk memberikan pemahaman akan pentingnya mengkonsumsi sayuran sehat dan bergizi, serta bagaimana menghasilkan sayuran tersebut secara mandiri dan menyenangkan dengan menggunakan teknologi MGorS.
“MGorS atau Microgreen or Sprout. Adalah penanaman sayuran Microgreen atau Sprout bukanlah hal yang baru, namun tidak banyak orang yang memahami dan melaksanakannya. Teknik budidayanya sederhana, tidak membutuhkan lahan yang luas, areal penanaman cukup dengan memanfaatkan teras atau halaman rumah,” terangnya.
Dengan metode ini, kata Abdullah, bahan dan peralatannya mudah diperoleh, umur panennya relatif pendek.
Sprout dipanen saat tanaman berumur < 7 hari setelah tanam, sedangkan Microgreen dipanen pada umur 7-21 hari tergantung jenis tanamannya.
Diketahui, pelaksanaan kegiatan di Panti Asuhan ABBA diikuti oleh 38 peserta, merupakan anak binaan dan pengelola panti. Sedangkan pelaksanaan pengabdian di Pondok Pesantren Annajah Yamra Merauke diikuti 45 santri dan pengelola pondok pesantren.
Kegiatan yang dilakukan meliputi sosialisasi tentang pentingnya mengkonsumsi sayuran sehat, pengenalan teknologi MGorS dengan penerapan secara berkelanjutan, praktek penyiapan media tanam dan penanaman benih, praktek pemeliharaan, perawatan tanaman dan pemanenan.
Dalam kegiatan ini pelaksana memberikan bantuan peralatan maupun bahan yang digunakan dan berharap pengelola dapat menyediakan benih dan media tanam untuk digunakan pada penanaman berikutnya setelah pelaksanaan panen.
Peralatan maupun bahan yang diberikan dalam kegiatan pengabdian berupa 2 unit rak penanaman 5 susun berukuran 120 cm x 40 cm dengan ketinggian 200 cm, 50 set tray penanaman, 2 buah hand spray, 4 blok media tanam rockwool, 4 kg media tanam cocopeat, 1 tube POC Nasa, serta beberapa jenis benih untuk penanaman.
Menurut pengelola Panti Asuhan maupun Pondok Pesantren, penjelasan secara teoritis memang agak sulit dipahami oleh anak binaan dan santri, namun ternyata dalam prakteknya kegiatan ini sangat mudah untuk diikuti dan dilaksanakan.
Pemeliharaan tanaman sepenuhnya ditugaskan kepada anak binaan dan santri, setelah penanaman kegiatan pemeliharaannya hanyalah pada upaya untuk menjaga kelembaban media tanam melalui pemberian air menggunakan hand sprayer.
Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan budidaya sayuran melalui teknologi MGorS ini, maka setiap 3-5 hari dilakukan pemantaun dan evaluasi. Hasil pemantauan dan evaluasi selanjutnya dijadikan bahan rujukan dan pembinaan dengan menyampaikan hal-hal apa yang perlu diperhatikan dan dilakukan.
Kegiatan pengabdian masyarakat dengan tema Pemberdayaan Berbasis Masyarakat ini terselenggara atas dukungan pendanaan melalui program hibah yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi Tahun 2024. (Redaksi)