Metro Merauke – Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Merauke dipalang pemilik ulayat, Yulius Yoga lantaran belum adanya pembayaran ganti rugi oleh pemerintah setempat.
Aksi pemalangan dilakukan sejak kemarin sore sampai sekarang tepatnya dipintu gerbang Kantor Dispora Merauke. Sehingga aparatur sipil negara (ASN) tak bisa masuk kantor melakukan aktivitas sebagaimana biasa.
Kuasa Hukum pemilik ulayat, Efrem Fangohoy, SH,MH melalui telpon selulernya Senin (18/01) mengatakan, permintaan ganti rugi senilai Rp 20 miliar, karena lahan seluas 2 hektar itu, telah digunakan untuk pembangunan kantor dan aktivitas ASN.
Dikatakan, tanah dimaksud adalah milik Amatus Mahuze, namun telah diwasiatkan atau dihibahkan kepada Yogi sebelum meninggal dunia. Dokumen kepemilikan tanah tersebut terhitung sejak 1975.
“Memang sebelum Bapak Amatus meninggal dunia, beliau sudah menghibahkan tanahnya kepada Yogi. Sehingga sejak 1988 silam, melayangkan surat kepada Gubernur Papua meminta penyelesaian pembayaran, namun tak diresponi,” ungkapnya.
Dalam perjalanan, jelas Efrem,tepatnya 2018, pihaknya melakukan komunikasi dengan Kepala Dispora Merauke. Sesungguhnya saat itu hendak dilakukan pembayaran, lantaran pemerintah setempat tak memiliki dokumen pelepasan adat maupun sertifikat.
“Saya juga mengecek secara lisan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Merauke dan betul Dispora tidak memiliki surat pelepasan secara adat maupun sertifikat,” katanya.
Dari jawaban BPN itu, lanjut Efrem, pihaknya melayangkan surat kepada Kepala Dispora Merauke, Stanislaus Tukilo (saat itu). Selanjutnya Dispora menyurat ke Bupati Merauke, Frederikus Gebze tepatnya 6 Agustus 2018.
“Karena tidak ada kejelasan, kami balik mempertanyakan dan pada 7 November 2018, Dispora mengirim surat kedua kalinya kepada Bupati Frederikus Gebze, perihal usulan pembebasan dan ganti rugi tanah, namun tak digubris,” ujarnya.
Setelah tak ada jawaban, pemilik ulayat ( Yogi ) bertemu Bupati Frederikus Gebze secara langsung. Saat itu bupati meminta harus ada surat dari BPN yang menyatakan tanah Dispora belum dilakukan pelepasan secara adat maupun belum mengantongi sertifikat.
Menindaklanjuti itu, katanya, pada 7 Januari 2021, ia mengirim surat secara resmi ke BPN meminta penjelasan. Lalu surat dijawab 13 Januari yang intinya adalah tanah dimaksud belum terdaftar di BPN.
“Ya karena tidak ada tanggapan dari Pemerintah kabupaten Merauke, maka pemalangan dilakukan. Pemilik ulayat akan buka palang kalau sudah ada jawaban pasti membayar tuntutan 20 miliar,” tegasnya.
Efrem menambahkan, pihaknya juga perlu meluruskan agar tidak dibilang pemalangan Kantor Dispora hanya memanfaatkan situasi jelang pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON).
“Kalau ada anggapan begitu salah besar. Karena kami sudah berjuang dan atau bersuara jauh-jauh hari,” ungkapnya. (kobun)