Lahan Garapan Bersengketa, Petani Nimbokrang Beli Beras

Metro Jayapura – Salah satu tokoh masyarakat warga transmigran di Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Papua menyatakan sejak 10 tahun terakhir produksi beras di wilayah itu turun drastis.

Situasi ini terjadi lantaran sebagian besar lahan pertanian dan perkebunan yang dikelola warganya, bersengketa. 

Bacaan Lainnya

Hingga kini lahan pertanian dan perkebunan di sana dipalang pemilik ulayat. Diduga pemerintah belum sepenuhnya menyelesaikan hak masyarakat adat setempat, atas pamanfaatan tanah ulayat mereka.

“Dulu sebelum lahan garapan masyarakat transmigran dipalang, beras dan buah di sana berlimpah. Tapi setelah dipalang, berdampak pada ekonomi warga. Sekarang [petani] susah. Dulu [petani di Nimbokrang] jual beras, sekarang beli beras,” kata Siswanto akhir pekan kemarin.

Menurutnya sejak dipalang 10 tahun silam, lahan pertanian dan perkebunan yang sebelumnya digarap warga transmigran kini kembali menjadi hutan. Warga transmigran tidak berani beraktivitas di lahan yang dipalang pemilik ulayat. 

“Kami warga transmigran inikan hanya menerima lahan dari pemerintah. Kalau masyarakat adat palang, tidak mungkin kami mau paksa serobot,” ujarnya. 

Siswanto yang sejak 25 tahun silam bermukim di Nimbokrang mengatakan, ia dan warga transmigran di sana berharap pemerintah segera menyelesaikan masalah itu. Sebab, sengketa lahan transmigrasi tersebut berdampak pada perekonomian warga di sana.

“Kami harap pemerintah segera menyelesaikan sengketa lahan dengan pemilik ulayat. Dengan begitu pihak adat tenang, dan warga transmigran juga tenang menggarap lahan. Semua bisa berjalan baik,” ucapnya.

Salah satu masyarakat adat di Kabupaten Jayapura, Alexander Tecuari juga berharap pemerintah segera menyelesaikan sengketa lahan itu.

Katanya, mesti segera ada solusi tanpa mengabaikan hak masyarakat adat dan warga transmigran. 

“Hak masyarakat adat mesti dipenuhi. Akan tetapi hak warga transmigran juga tidak boleh diabaikan. Pemerintah mesti segera menyelesaikan masalah ini,” kata Tecuari.

Menurutnya, pemalangan itu tentu berdampak pada kondisi ekonomi warga transmigran di sana. Selama ini mereka menggantungkan hidup dengan bertani dan berkebun. (Arjuna)

UNTUK PEMBACA METRO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *