Emus Gwijangge Minta Oknum Akademisi di Papua Meminta Maaf kepada Pemkab dan DPRD Nduga 

Legislator Papua, Emus Gwijangge

Metro Merauke – Anggota DPR Papua dari daerah pemilihan Kabupaten Nduga, Jayawijaya, Mamberamo Tengah, dan Lanny Jaya, Emus Gwijangge meminta salah satu akademisi di Papua, Marinus Yaung meminta maaf kepada Pemkab Nduga, DPRD Nduga, dan elite politik di Nduga. 

Hal itu disampaikan Emua Gwijangge menyusul beredarnya surat terbuka Marinus Yaung kepada Kapolri, Panglima TNI, Kapolda Papua, dan Pangdam Cenderawasih terkait penggerebekan aparat keamanan di Kantor Klasis Gereja Kingmi di Kenyam, Kabupaten Nduga pada 17 September 2023 lalu. 

Bacaan Lainnya

Emus yang merupakan anggota komisi bidang pemerintah, politik, hukum, HAM dan keamanan DPR Papua itu menyatakan setuju dengan sebagian isi surat terbuka itu. Namun ia mengkritik poin yang menyebut karena kata-kata rasis dan penghinaan yang diucapkan aparat keamanan terhadap para Anggota DPRD Nduga pada tanggal 17 September 2023 yang lalu, membuat elit politik dan oknum-oknum pejabat di Nduga semakin bersemangat untuk menyiapkan uang bagi pengedaan senjata dan amunisi.

Menurut Emus, poin ini seakan menuduh ada elite politik dan pejabat di Nduga yang membiayai pembelian senjata TPNPB/OPM di sana. 

“Memang sebagian yang disampaikan dalam tulisan atau surat terbuka itu, saya setuju. Namun pada bagian yang seakan menuduh elite politik dan pejabat Nduga membiayai pembelian senjata, saya sangat tidak setuju,” kata Emus saat menghubungi redaksi, Minggu (01/10/2023) malam. 

Menurutnya, yang bersangkutan mesti mengklarifikasi hal itu, dan meminta maaf kepada Pemerintah Kabupaten Nduga dan DPRD Nduga, serta elite politik dan pejabat di Nduga. 

“Dia harus minta maaf kepada mereka, karena mereka tidak berhubungan dengan hal-hal seperti itu. Apa yang disebutkan kepada mereka itu tanpa bukti jelas, dan langsung menyebut bahwa elite politik maupun oknum pejabat menyiapkan uang untuk pengadaan senjata api,” ujarnya. 

Menurut Emus, seorang akademisi tidak bisa hanya bicara lewat kata-kata saja, hanya lewat analisis tapi mesti berdasarkan  kajian ilmiah atau investigasi, sehingga bisa memastikan duduk persoalan suatu masalah. 

“Dengan begitu, dia punya pernyataan bisa dipertanggung jawabkan kepada publik. Karena selama ini Pemkab Nduga, DPRD Nduga, intelektual, tokoh agama semua berupaya kerja maksimal menciptakan situasi kondusif di sana,” ucapnya. 

Ia menegaskan, Pemkab Nduga atau legislatif di Nduga tidak ada urusan dengan pembelian senjata atau amunisi untuk TPNPB/OPM di sana. Sebab Pemkab Nduga dan DPRD Nduga melaksanakan tugas negara. 

“Sebagai suku besar, sebagai sesama orang Papua kami melihat ini pernyataan seorang akademisi yang justru bisa memicu masalah lain di lapangan. Termasuk dia punya kata-kata ini, ini penipuan kepada negara. Seorang akademisi sedang menipu negara. Menyampaikan hal yang belum jelas dengan menyebut membiayai pembelian senjata dan amunisi. Ini terkesan memprovokasi situasi di masyarakat,” tegas Emus Gwijangge. 

Kata Emus, untuk itu akademisi tersebut mesti mempertanggung jawabkan apa yang disampaikannya dalam surat terbuka itu, terutama mengenai poin yang terkesan menyudutkan elite politik di Nduga, pejabat di Nduga dan DPRD Nduga. Ia juga meminta agar berhenti mengatasnamakan akademisi dan membuat pernyataan tidak jelas. 

“Jangan mengatas namakan akademisi dari salah satu lembaga perguruan tinggi seperti Uncen kemudian membuat pernyataan-pernyataan yang berpotensi memperkeruh suasana di Papua. Uncen ini punya nama dan dikenal kalau orang-orang di dalamnya profesional. Seorang akademisi mesti menyampaikan sesuatu berdasarkan data atau kajian ilmiah. Saya minta Uncen sebagai lembaga perguruan tinggi, bisa menegur akademisinya yang seperti ini,” kata Emus Gwijangge. (*

Untuk Pembaca Metro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *