Metro Merauke – Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Musamus (Unmus), Burhanuddin Zein, SH, MH mengungkapkan, hasil pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Merauke 9 Desember 2020 lalu, telah dimenangkan pasangan calon (paslon) nomor urut 3 yakni Drs. Romanus Mbaraka, MT-H. Riduwan dengan perolehan suara sangat signifikan.
Olehnya tak ada ganjalan lagi bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Merauke melanjutkan kepada tahapan berikut yakni penetapan pasangan calon terpilih Romanus-Riduwan.
Hal itu disampaikan Burhanuddin melalui rilisnya Minggu (10/01/2021). Menurutnya, hukum di negara ini ada untuk menatalaksanakan kehidupan masyarakat dalam segala aspek. Guna tujuan dimaksud, pemerintah sangat memiliki peran terdepan dan terpenting mewujudkan kemashalahatan hidup penuh kedamaian. Untuk itu, mari mendukung pemimpinan pilihan rakyat yang telah terbukti mampu mengayomi masyarakat khususnya Marind Anim.
Burhanuddin menegaskan, beberapa hari terakhir, muncul pemberitaan bahwa situasi Merauke dan masyarakatnya dalam kecemasan bahkan memanas hingga dikhawatirkan muncul gerakan atau gejolak sosial dan sebagainya. “Sebagai anak negeri, saya meminta kepada pihak luar yang tidak mengerti psikologis dan karakter orang Merauke, segera berhenti mendramatisir dan mempolitisir situasi untuk maksud-maksud tertentu,” pintanya.
Kabupaten Merauke, lanjut dia, adalah Indonesia mini yang keamanan dan kenyamanan hidup masyarakatnya ibarat berada dalam Istana Damai.
Lebih lanjut dikatakan, sebagai insan akademisi khususnya dalam bidang kajian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, ia merasa bertanggungjawab memberikan pencerahan hukum agar semua pihak lebih memahami bagaimana penerapan azas-azas hukum pada setiap rezim hukum.
“Ya saya wajib berbicara jujur dari hati nurani yang selalu menjaga dan menjunjung tinggi wibawa keilmuan. Dimana benar-benar berbakti pada ilmu dan masyarakat guna meraih kemashlahatan orang banyak, bahkan kemashlahatan bangsa serta negara,” katanya.
Dijelaskan, Indonesia adalah negara demokrasi. Olehnya setiap warga negara wajib menghormati hasil pemilihan umum. Pelaksanaan pemilu diatur oleh aturan dasar yakni konstitusi negara (UUD 1945) pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 22e, baik itu Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, DPD RI, DPR RI, DPRD, termasuk Kepala Daerah Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Dalam pelaksanaan pemilu, jelas Burhanuddin, negara bertanggungjawab penuh atas pelaksanaanya yang mana tugas ini didelegasikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara. Dimana struktur kelembagaan tertata dari pusat yakni KPU RI, provinsi dan kabupaten. Selain itu, fungsi pengawasan didelegasikan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mulai dari pusat, provinsi, kabupaten serta panwas distrik.
Dalam melaksanakan tugas, KPU serta Bawaslu menetapkan PKPU maupun Perbawaslu. Selanjutnya dua institusi dimaksud di setiap jenjang, berwenang membuat keputusan berupa penetapan yang di tetapkan pada setiap tahapan. Lalu tiap keputusan itu mengikat lembaga penyelenggara dan peserta pemilu, lantaran memiliki karakteristik berbeda dengan hukum lainnya. Sehingga perihal pemilu ini disepakati masuk dalam rezim hukum pemilu.
“Dari apa yang saya sampaikan, wajib dipahami bahwa rezim hukum pemilu tak dapat diintervensi oleh persoalan-persoalan lain, diluar kepemiluan. Pentahapan pemilu tetap berjalan sesuai jadwal yang diatur dalam PKPU,” ungkapnya.
Keputusan atau penetapan KPU, katanya, pada setiap tahapan tidak dapat dibatalkan begitu saja atau dihentikan. Jika ada persoalan hukum lain yang menyoroti paslon, sesuai rezim pemilu, penyelenggara wajib menjalankan pentahapan selanjutnya sesuai jadwal yang telah di PKPU-kan. (LKF)