Paslon 02 dan 03 Tolak Penghitungan Suara Pilkada Sarmi Tingkat Kabupaten 

Suasana pelaksanaan rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati tingkat kabupaten Sarmi, di Aula Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Sarmi, Minggu (1/12/2024) sore.

Metro – Pasangan calon atau paslon Bupati dan Waki Bupati Sarmi, Papua nomor urut 02, Yanni-Jemmi Esau Maban dan paslon nomor urut 03, Agus Festus Moar-Mustafa Arnold Muzakkar menolak perhitungan suara tingkat kabupaten.

Penolakan perhitungan suara terjadi usai rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati tingkat Kabupaten Sarmi, di Aula Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Sarmi pada Minggu, 01 Desember 2024.

Bacaan Lainnya

Irham saksi paslon Agus Festus Moar-Mustafa Arnold Muzakkar mengatakan, penolakan hasil perhitungan suara se-Kabupaten Sarmi dilakukan karena berbagai alasan. 

“Pertama, kami memperhatikan sebelum pencoblosan sudah ada kejanggalan-kejanggalan salah satunya mobilisasi massa oleh paslon 01,” kata Irham.

Selain itu, ia mengungkapkan dugaan ada permainan money politik. Tidak hanya di kalangan masyarakat, juga di kalangan petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

“Adapun bukti atau saksi-saksi, sudah disiapkan dan sudah kita adukan kepada pihak Gakkumdu,” ucapnya.

Selain itu menurutnya, saat pencoblosan para saksi paslon nomor urut 03 mendapatkan intimidasi dan dipersulit ketika akan masuk di TPS, termasuk saat tanda tangan saksi. 

“Padahal secara aturan itu disahkan. Untuk itu, kami berkesimpulan menolak semua hasil perhitungan suara dari 10 distrik. Makanya kami paslon 03 mulai besok 2 Desember hingga 4 Desember 2024 menyatakan tidak akan mengikuti pleno dan bertanda tangan,” ujarnya.

Di tempat terpisah, saksi paslon nomor urut 02, Faisal Kaplele menegaskan menolak hasil perhitungan suara di 10 distrik se-Kabupaten Sarmi. 

“Makanya, hari ini kami tidak menghadiri pleno karena berkaitan dengan pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) yang terjadi saat pemilihan 27 November kemarin,” kata Faisal.

“Kenapa begitu?, karena saksi-saksi yang kami datangkan dari luar untuk mengawasi suara kami, diusir, diintimidasi dan diberlakukan tidak adil dalam TPS,” ucapnya.

Katanya, dugaan pelanggaran lainnya terjadi saat pemungutan suara. Banyak surat suara yang tidak terpakai dihitung kedalam suara paslon lain. 

“Selain itu, terjadi kekerasan yang dilakukan oleh KPPS dan Pandis kepada saksi-saksi kami,” ujarnya. 

Selain itu, undangan memilih yang mestinya diserahkan kepada pemilik atau nama-nama yang sudah terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), tidak dilakukan oleh penyelenggara. 

“Pengalaman waktu di legislatif, saya menerima undangan memilih walaupun saya berada di rumah. Akan tetapi di Pilkada kali ini, kami sebagai pemilih yang mencari-cari TPS untuk mengambil undangan,” kata Faisal.

Faisal menyatakan, situasi itu memunculkan dugaan adanya pengerahan massa dengan membagikan undangan kepada pihak yang dianggap pendukung paslon lain.

“Yang bukan pendukungnya, dibiarkan di tingkat KPPS untuk nanti yang bersangkutan ambil sendiri dan hal itu yang terjadi kepada Calon Bupati kami, ibu Yanni,” ucapnya.

Selain tidak mendapatkan undangan dan harus ke TPS, cabup yang diusung partainya juga mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari petugas KPPS 01 Sarmi Kota.

“Atas dasar itu, kami menolak semua hasil perhitungan suara di 10 distrik se-Kabupaten Sarmi,” tegasnya. 

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Sarmi, Yohanes Y. R. Yenggu mengatakan bentuk penolakan yang dilakukan oleh paslon 02 dan 03 pada dasarnya merupakan hak paslon yang patut di hargai. 

“Makanya saya bilang kembali lagi pada Paslon 02 dan 03 karena kami sifatnya hanya melaksanakan tahapan Pilkada. Kalau untuk penegakan hukum itu ada pada Bawaslu,” kata Yohanes Yenggu.

Katanya, ketika paslon ingin melakukan upaya gugatan ke Bawaslu atau lembaga, pihaknya pun tidak bisa menghalangi. Asalkan semua dilakukan sesuai aturan dan prosedur dalam pelaksanaan Pilkada.

Ia mengatakan, KPU hanya penyelenggara yang melaksanakan pilkada dan memastikan pilkada berjalan dengan baik dan lancar.

“Kalau soal temuan pelanggaran, kami menunggu keputusan Bawaslu. Kalau Bawaslu Kabupaten hingga Bawaslu Provinsi dan pusat putuskan PSU, ya kita jalankan. Jadi seperti itu,” ucapnya. (Arjuna)

UNTUK PEMBACA METRO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *