Metro – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasional Demokrat atau DPD Partai NasDem Kabupaten Sarmi, Papua, Mustafa Arnold Muzakkar menyatakan pelanggaran saat pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Sarmi bukan mengada-ngada tapi kenyataan.
Calon Wakil Bupati Sarmi nomor urut 03 yang berpasangan dengan calon Bupati Sarmi, Agus Festus Moar itu menegaskan ada saksi, dan ada barang bukti yang menyatakan pelanggaran dalam pilkada Sarmi itu nyata.
“Ada pelanggaran yang menurut kami, sifatnya sangat-sangat masif karena hampir semua kampung, semua TPS, kejadian yang sama terjadi di situ. Katakanlah money politik dan intimidasi terhadap saksi-saksi kami dan [pelanggaran] lainnya,” kata Mustafa Arnold Muzakkar melalui telefon seluler pada Jumat, 06 Desember 2024.
Katanya, dengan berbagai barang bukti itulah pihaknya mengajukan laporan keberatan kepada Bawaslu. Apakah nanti terbukti atau tidak, kembali kepada lembaga yang menangani masalah itu, seperti Gakkumdu, Bawaslu kabupaten, Bawaslu provinsi, maupun Mahkamah Konstitusi atau MK
Mustafa Muzakkar mengatakan, ini bukan masalah suka atau tidak suka dengan paslon yang sudah dinyatakan menang dengan angka-angka, tapi karena undang-undang membolehkan, memberi ruang kepada paslon yang merasa dirugikan untuk melakukan upaya yang diatur dalam undang-undang.
“Kita tidak muluk-muluk meminta apa. Yang jelas dalam undang-undang itu sudah jelas dikatakan bahwa ketika terbukti ada pelanggaran, maka dilakukan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Ketika itu sudah sampai pada pelanggaran TSM, kalau saya nggak salah konsekuensinya cuma dua. Pertama yang lebih ringan itu PSU kemudian yang lebih vitalnya adalah diskualifikasi,” ucapnya.
Menurutnya, pihaknya ingin meluruskan semua yang terjadi di lapangan, karena ingin apa yang menjadi tagline KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara bahwa Pemilu itu harus Jujur, Adil, Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia betul-betul terjadi.
Katanya, paslon nomor urut 03, Agus Moar-Mustafa Arnold Muzakkar meski hanya memperoleh sedikit suara dalam pilkada Sarmi, namun mereka tetap bangga karena suara yang diberikan adalah suara murni dari suara hati rakyat yang memilih pasangan ini.
“[Kami dipilih] tanpa uang satu rupiah pun dan tanpa mempengaruhi serta menjanjikan sesuatu kepada masyarakat. Untuk itu, kami berharap KPU dan Bawaslu betul-betul menjadi lembaga yang independen, lembaga yang sadar akan keberadaan mereka sebagai penyelenggara,” kata Mustafa Muzakkar.
Ia mengibaratkan, dalam pertandingan sepakbola wasit harus betul-betul menunjukan kejujuran dan independensinya. Ketika ada pelanggaran atau kesalahan pemain, harus berani mengatakan salah dan ketika benar harus mengatakan itu benar. Apapun konsekuensinya.
“Karena kita juga paham, tau dan yakin seyakin-yakinnya bahwa negara ini adalah negara hukum. Yang tentunya ketika KPU dan Bawaslu mencoba-coba bermain diluar dari ketentuan undang-undang, tentunya kan pinaltinya jelas. Sehingga kita berharap semua yang baik-baik saja,” ujarnya.
Muzakkar mengatakan, apabila nanti laporan yang disampaikan kepada Bawaslu dinyatakan tidak terbukti, ia berharap penyelenggara ditingkat atas bisa membuka mata dan telinga.
Sebab, bagaimana mungkin dikatakan tidak terbukti, sedangkan pihaknya punya saksi dan bukti. Bukan hanya foto atau pengakuan semata, tapi video pengakuan dari pelaku di lapangan dan itu suruhan dari paslon tertentu.
“Jadi kalau itu dikatakan tidak ada pelanggaran, tidak ada bagaimana? Justru ketika Bawaslu, KPU dan Gakkumdu kabupaten mengatakan itu tidak terbukti, maka kami sangat berharap penyelenggara ditingkat atas apakah KPU Provinsi, Bawaslu Provinsi maupun Gakkumdu Provinsi, itu bisa mengambil alih. Dan kalau memukinkan silahkan di pinalti dan diberikan teguran keras,” katanya.
“Karena salah satu pelanggaran yang kami lihat di lapangan, ada indikasi, kerjasama antara Paslon tertentu dengan penyelenggara,” tambahnya.
Katanya, bukti kerjasama itu sangat jelas terjadi saat pemungutan suara pada 27 November 2024. Ketika itu saksi-saksi pihaknya dipersulit untuk masuk kedalam TPS. Malah ada yang tidak diberi ruang masuk kedalam TPS sampai selesai pemungutan suara dan tidak dilibatkan sebagaimana yang seharusnya mereka lakukan.
Lebih parahnya lagi lanjut Muzakkar, ada saksi pihaknya yang dipaksa untuk tandatangan. Kemudian saat pleno distrik, saksi pihaknya yang menolak untuk tandatangan, dikejar sampai di rumahnya hanya untuk tanda tangan dengan alasan ini, dan itu.
“Itu terjadi saat tengah malam. Ini kan pemaksaan. Jadi ini semua adalah temuan-temuan yang kemudian mengindikasikan dan mohon maaf kami Paslon 03 mengatakan bahwa persengkokolan atau kerjasama antara penyelenggara dan Paslon itu sendiri” nilainya. Kalau ini bisa dibuktikan, saya pikir ketentuan atau syarat pelanggaran TSM itu sudah sangat memenuhi,” kata Mustafa Muzakkar. (Arjuna)