Benang Kusut RSUD Jayapura, Ketua DPR Papua: Manajemen Mesti Berbenah

Suasana pertemuan DPR Papua dengan manajemen RSUD Jayapura

Metro – Masalah di Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Jayapura di Kota Jayapura dari tahun ke tahun yang tak kunjung selesai, ibarat mengurai benang kusut.

Selalu ada saja masalah di rumah sakit milik Pemprov Papua itu, yang dikeluhkan warga dan menjadi sorotan publik. Masalah terbaru dalam beberapa hari terakhir adalah habisnya cairan reagen untuk kebutuhan pasien cuci darah, dan habisnya beberapa stok obat.

Bacaan Lainnya

Situasi ini pun menjadi perhatian DPR Papua. Apalagi setelah adanya aksi demonstrasi di DPR Papua, yang langsung direspons Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw dengan mengundang manajemen rumah sakit untuk pertemuan.

Dalam pertemuan di ruang rapat DPR Papua, Rabu (04/09/2024), Ketua DPR Papua didampingi Ketua Komisi V DPR Papua, Kawasan Jacob Komboy, Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, Junaidi Rahim dan anggota Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa.

Dalam pertemuan itu, DPR Papua meminta manajemen RSUD Jayapura menjelaskan berbagai hal, termasuk dari sisi pemanfaatan anggaran. 

Usai pertemuan, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw Jacob Komboy, Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, Junaidi Rahim dan anggota Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa melakukan kunjungan ke RSUD Jayapura.

Suasana pertemuan DPR Papua dengan manajemen RSUD Jayapura

Jhony Banua Rouw mengatakan dari hasil pertemuan dengan manajemen dan kunjungan ke RSUD Jayapura, pihaknya menyimpulkan manajemen rumah sakit mesti berbenah.

“Manajemen harus melakukan pembenahan agar pelayan bisa berjalan baik, karena situasi hari ini menggambarkan sistem perencanaan dan koordinasi manajemen tidak berjalan baik, karena tidak ada koordinasi yang baik antara para kepala-kepala ruangan dengan bagian perencanaan dan Yanmed,” kata Jhony Banua Rouw.

Menurutnya, melihat dinamika yang ada di RSUD Jayapura patut diduga bahwa ada kelompok-kelompok dalam rumah sakit ini. Ia pun menegaskan agar tidak boleh lagi ada kelompok-kelompok atau kepentingan-kepentingan, sebab tugas utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

“Menurut kami, ada perencana yang tidak tepat. Ada miss komunikasi dan miss koordinasi sesama manajemen, sehingga cairan reagen untuk kebutuhan pasien cuci darah itu tidak ada. Setelah rapat kami cek langsung ke rumah sakit dan reagen belum ada,” ujarnya.

Jhony Banua mengatakan, sesuai janjinya kepada keluarag pasien yang menemuinya untuk menyampaikan keluhan mereka, ia menyatakan akan mengusahakan dalam waktu sesingkat-singkatnya menyelesaikan masalah tidaknya cairan regaen itu. Cairan itu sudah akan tiba di Jayapura, Kamis (05/09/2024), sehingha proses cuci darah bagi pasien sudah bisa dilakukan.

“Tadi kami cek ada pasien yang ada di IGD karena tidak sempat cuci darah selama dua hari. Itu artinya cuci darahnya itu penting dan tidak boleh tertunda,” kata Jhony Banua Rouw.

RSUD Jayapura Dapat Tambahan Dana Rp 24 Miliar, Namun Tidak Menyelesaikan Masalah

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw mengatakan dalam sidang APBD Perubahan Provinsi Papua pada Agustus 2024 lalu, RSUD Jayapura mendapat tambahan dana sehingga menjadi Rp 24 miliar.

Namun masalah berkaitan dengan pembiayaan misalnya pembayaran honor tenaga medis, pengadaan cairan reagan dan kekosongan stok obat-obatan justru tidak dapat diatasi.

“Ada dana APBD yang kami tambahkan ke RSUD Jayapura, dan ada BPJS. Namun sepertinya ada miss penggunaan dana BPJS, di mana ada tenaga medis yang honornya belum dibayarkan sedangkan BPJS sudah dikalim sampai April. Artinya di BPJS itu kan ada jasa yang harusnya bisa diselesaikan tapi sampai bulan ini tenaga medis mengeluh,” kata Jhony Banua Rouw.

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw didampingi Ketua Komisi V DPR Papua, Kawasan Jacob Komboy, Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, Junaidi Rahim dan anggota Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa saat melakukan kunjungan ke RSUD Jayapura

Katanya, dana untuk pasien cuci darah senilai Rp 2,1 miliar, dan mestinya masih cukup karena baru terpakai Rp 1,9 miliar. Namun yang terjadi cairan reagen habis dan pihak rumah sakit justru masih berutang hingga Rp 1,5 miliar.

“Artinya masih ada uang sisa tapi kondisi hari ini bahannya tidak ada dan justru ada utang. Untuk obat-obatan juga begitu. Artinya ini manajemnya yang tidak benar. Jadi uang belum habis, barang habis dan justru ada utang Rp 1,5 miliar,” ucapnya.

Ia menegaskan ada beberapa item yang mesti menjadi prioritas dalam pemanfaatan dana Rp 24 miliar yang diberikan kepada RSUD Jayapura dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2024.

Hal yang mesti menjadi prioritas adalah setiap masyarakat, terutama orang asli Papua yang tidak punya BPJS dan datang berobat, apalagi kalau kondisinya mesti segera dilayani, harus dilayani. Tidak boleh ada alasan pasien itu tidak punya BPJS atau tidak ada uang, karena uang sudah disiapkan untuk membantu mereka.

“Tidak boleh mereka pulang dari rumah sakit, dengan alasan tidak ada obat dan tidak ada uang, karena yang kita pakai adalah dana Otsus dan kita mau orang asli Papua dilayani karena banyak orang asli Papua tidak punya BPJS,” tegasnya.

Prioritas utama lainnya, lanjut Jhony Banua Rouw adalah honor tenaga medis mesti segera diselesaikan. Termasuk untuk ketersediaan obat-obatan, sebab berdasarkan hasil kunjungan pihaknya ke IGD, jenis obat paracetamol saja tidak ada dan banyak pasien mengeluh harus membeli obat di luar.

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw didampingi Ketua Komisi V DPR Papua, Kawasan Jacob Komboy, Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, Junaidi Rahim dan anggota Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa saat melakukan kunjungan ke RSUD Jayapura

Selain itu, pasien menumpuk di IGD, bahkan ada beberapa yang sudah pulang. Situasi itu terjadi karena belum bisa masuk ke ruangan rawat inap, sebab ruangan belum siap. 

“Fisiknya atau bangunnya ada, tempat tidurnya ada, tapi toiletnya mandinya tidak siap, airnya tidak ada ini yang harus diselesaikan, sehingga pasien di IGD bisa segera masuk ke ruangan,” ujarnya.

Ketua DPR Papua telah menegaskan kepada pihak RSUD Jayapura, agar situasi itu tidak lagi terjadi apabila ia kembali ke rumah sakit tersebut untuk memastikan kondisi yang ada. Tidak boleh lagi pasien menumpuk di IGD.

 “Tadi pasien di IGD menyampaikan bahwa kalau mau buang air, mereka harus keluar ke tempat lain pakai kursi roda karena toiletnya rusak dan saya membuktikan itu. Tadi saya masuk ke toilet ada air tapi klosetnya tidak bisa dipakai. Saya harap ini bisa diselesaikan,” ucap Jhony Banua Rouw. (Arjuna

UNTUK PEMBACA METRO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *