Kebijakan Menpan RB Berpotensi Kecewakan Ribuan Honorer di Papua

Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai memperlihatkan surat dari Menpan RB

Metro Merauke – Ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua, John NR Gobai menyatakan kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) berpotensi mengecewakan tenaga honorer di Provinsi Papua.

Katanya, dalam surat Nomor B/IFYI/M.SM.01.00/2021 tertanggal 29 November 2021 yang ditujukan kepada Gubernur Papua dan Bupati/Wali Kota di Papua, Menpan RB menyetujui mengangkat 20 ribu honorer di Papua sebagai calon aparatur sipil negera (CASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada 2022.

Bacaan Lainnya

Formasi ini dikhususkan untuk honorer eks kategori dua (K-2) yang tidak lulus seleksi CASN pada 2013 lalu, dan tenaga kontrak yang memiliki masa kerja lebih dari lima tahun atau diangkat sebelum 31 Agustus 2015.

Namun Menpan RB memberikan alternatif, untuk formasi CASN dan PPPK bagi eks K-2 yang tidak lulus pada 2013, juga tenaga kontrak yang masa kerjanya lebih dari lima.

Bagi mereka yang berusia dibawah 35 tahun akan direkrut sebagai CASN  dengan syarat kualifikasi pendidikannya paling rendah Sekolah Menengah Atas atau sederajat.

Sedangkan untuk formasi bagi eks K-2 yang tidak lulus pada 2013 dan tenaga kontrak dengan masa kerja lebih lima tahun yang berusia di atas 35 tahun akan direkrut sebagai PPPK, dengan syarat kualifikasi pendidikan paling rendah Diploma III (D.III).

“Kalau pakai alternatif seperti ini, kami khawatir banyak eks honorer K-2 serta tenaga kontrak yang telah bekerja di atas lima tahun, dan berusia sudah lebih 35 tahun, tidak akan memenuhi syarat, dan kecewa,” kata John Gobai, Selasa (11/01/2022).

Gobai menegaskan, pihaknya berterimakasih kepada Menpan RB yang telah bersedia mengakomodir 20 ribu honorer dan tenaga kontrak di Papua. 

Akan tetapi, alternatif yang diberikan itu perlu dipertimbangkan kembali. Sebab, apabila melihat kondisinya kini kemungkinan besar banyak dari mereka tidak akan diakomodir nantinya, karena tidak semua honorer berusia diatas 35 tahun lulusan D.III.

“Ada bentuk kekhususan bagi Papua sesuai Undang-Undang Otsus, jangan kemudian kekhususan itu dilemahkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN,” ucapnya.

Katanya substansi dalam Pasal 27 UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang revisi UU Otsus disebutkan:

Ayat (1) Pemerintah Provinsi menetapkan kebijakan kepegawaian Provinsi dengan berpedoman pada norma, standar dan prosedur penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2) dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menetapkan kebijakan kepegawaian sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan daerah setempat.

Ayat (3) pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Perdasi.

Kata John Gobai, substansi Otsus adalah pemberian kewenangan pada Provinsi Papua untuk seluruh bidang pemerintahan. Untuk itu, kewenangan bidang kepegawaiaan mesti diberikan sepenuhnya kepada daerah, tanpa ada alternatif.

“Ini agar honorer tersisa, yang sering demonstrasi dari Jayapura sampai Jakarta ini kita selesaikan dulu. Apalagi pernah ada pembicaraan Kementerian PAN RB dengan Alm Wagub Papua, Klemen Tinal. Menpan mesti konsisten. Tidak memberikan alternatif yang menyusahkan,” tegasnya.

Ia meminta Menpan RB bijaksana melihat masalah pengangkatan honorer di Papua. Mempertimbangkan alternatif yang ia berikan, agar 20 tenaga honorer dapat diselesaikan dulu. 

Setelah itu barulah membuka rekrutmen baru dengan ketentuan standar kualifikasi pendidikan itu.

“Saya juga ingatkan para kepala OPD di Provinsi Papua, kalau Menpan RB sudah setuju, jangan gunakan sistem nepotisme, mengakomodir keluarganya. Sebab ada orang lain yang selama ini kerja sungguh sungguh itulah yang mesti diutamakan. (Arjuna)

UNTUK PEMBACA METRO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *