Soal Ijazah Romanus Mbaraka, Antonius Kaize ‘Kuliahi’ Pengamat Hukum

Salah seorang Intekektual Marind, Antonius Kaize | LKF

Metro Merauke – Salah seorang Intekektual Marind, Antonis Kaize mengkritik beberapa pengamat hukum yang memberikan tafsiran mengikuti kemauan perut, tanpa mengedepankan prinsip keilmuan, sehubungan dengan ijazah dan gelar doktorandus Calon Bupati Merauke terpilih, Romanus Mbaraka  yang diributkan di media sosial (medsos) beberapa hari terakhir.

“Kalau mengklaim diri sebagai pengamat hukum, berikanlah pembelajaran politik hukum yang baik kepada masyarakat. Jangan sampai profesionalisme rusak, lantaran mengikuti kemauan perut dan bukan pikiran,” tegas Antonius saat dihubungi melalui telpon selulernya Kamis (07/01/2021).

Bacaan Lainnya

Mestinya, lanjut dia, ketika memainkan jari jemari melalui medsos, mempelajari terlebih dahulu data secara konkret dan akurat. Sesungguhnya ilmu itu benar, namun kalau ilmu diukur dengan data salah, jadinya salah juga kesimpulan.

 “Olehnya saya minta  pengamat hukum tidak menjadi tim sukses. Jangan membuat diksi abunawas, seolah-olah kebenaran itu dari sebelah,” kritiknya.

Antonius mengingatkan lagi  pengamat hukum  tidak asal bunyi alias asbun. Ingat bahwa putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Merauke sudah final. Jika ada yang merasa dirugikan, karena keputusan dimaksud, agar tak memaksa KPU. Karena proses verifikasi administrasi secara teknis telah merujuk kepada  PKPU dan itu sudah selesai.

“Jika  merasa keberatan karena ada kejanggalan dalam proses verifikasi saat pendaftaran, silahkan maju ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena pejabat KPU sebagai pejabat tata usaha,  maka keputusannya hanya  dapat diuji  di PTUN,” katanya.

Jadi, menurut Antonius, percuma kalau terus berkoar-koar meminta KPU tak melakukan proses penetapan pasangan Romanus Mbaraka-H. Riduwan yang meraih suara telak dalam pilkada 9 Desember lalu.

“Bagi saya, apa yang disampaikan pengamat  meminta penetapan ditunda adalah hal yang tak masuk nalar sama sekali. Karena KPU telah bekerja sesuai aturan dan tinggal penetapan bupati-wakil bupati Merauke terpilih,” ungkapnya.

Dikatakan, pasangan calon yang kalah, tidak menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan demikian, secara hukum sudah selesai. “Nah yang terbuka sekarang adalah PTUN. Jika merasa verifikasi KPU ada pelanggaran terhadap aturan dan keputusan merugikan orang tertentu, silahkan maju ke PTUN,” saran Antonius.

“Tak perlu putar balik lagi. Kalau mengklaim mempunyai data benar, kita juga mengantongi data benar kok,” katanya.

“Perlu dicatat bahwa sampai hari ini, belum ada putusan pengadilan yang membatalkan ijazah Bapak Romanus Mbaraka,” tegasnya lagi.

Menyangkut gelar, jelas dia, sesuai peraturan menteri yang disebutkan pengamat hukum itu, obyeknya adalah perguruan tinggi. Seorang lulusan atau wisudawan adalah pihak terkait. Artinya peraturan itu memerintahkan kepada  PT tentang tata cara memberikan dan menetapkan gelar serta dokumen.

Jadi, menurutnya, peraturan dimaksud lebih mengikat kepada PT, bukan kepada wisudawan. Itu yang  salah dimengerti pengamat. “Kalau mereka ribut ijazah  Bapak Romanus  yang diberikan Stisipol Manado salah, harusnya dicari kesana keakuratan dan kejelasannya,” katanya.

“Bapak Romanus Mbaraka memegang ijazah sarjana sebagai bukti bahwa beliau kuliah disana. Perguruan tinggi menyatakan benar dan sah mengeluarkan ijazah untuk bapak Romanus. Sementara pengamat mempermasalahkan, ini aneh bin ajaib,” katanya.

Ditambahkan, nomenklatur menggunakan gelar adalah domain PT. Karena menyelenggarakan  berdasarkan peraturan yang ada. Itu yang dilupakan pengamat dan justru membuat diksi abunawas. (LKF)

UNTUK PEMBACA METRO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *