Metro Merauke – Papua, provinsi di ujung Timur Indonesia dikenal akan kekayaan sumber daya alamnya. Bumi Cenderawasih, juga memiliki pesona alam nan elok.
Akan tetapi di balik itu semua, duka selalu menyelimuti Papua. Darah dan air mata seakan tak berhenti membasahi “tanah surga kecil yang jatuh ke bumi” itu. Mengusik rasa kemanusiaan, melihat warga tak bersalah yang menjadi korban konflik bersenjata.
Setidaknya sejak 2017 hingga 2020, terjadi rangkaian kekerasan di Papua setiap menjelang akhir tahun.
Akhir 2017 silam, ribuan warga dievakuasi dan diungsikan dari Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika. Konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di sana memaksa warga meninggalkan kampungnya.
Akhir 2018, belasan pekerja jembatan di Kabupaten Nduga, dibunuh kelompok bersenjata. Insiden itu disikapi operasi penegakan hukum oleh aparat keamanan.
Ribuan warga Nduga memilih mengungsi ke berbagai wilayah yang dianggap aman. Mereka tidak mau menjadi korban salah sasaran kedua pihak.
Bara di Papua kembali menyala jelang akhir 2019. Diawali kasus ujaran rasisme di Surabaya, Jawa Timur pertengahan Agustus, meluas menjadi unjukrasa rusuh di berbagai daerah Papua.
Disusul rangkaian kekerasan hingga akhir tahun di berbagai wilayah. Di Kabupaten Intan Jaya beberapa kali terjadi kontak senjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata. Sejumlah warga sipil dilaporkan menjadi korban dalam konflik itu.
Tahun inipun “Negeri Matahari Terbit” tak luput dari duka. Catatan kelam diawali pengungsian warga beberapa kampung dari Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika pada awal Maret 2020.
Kehadiran kelompok bersenjata dari berbagai wilayah di Tembagapura, membuat warga khawatir. Mereka tak ingin menjadi korban, dan memilih mengungsi ke Kota Timika.
Akhir Maret 2020, kelompok bersenjata menyerangan areal perkantoran PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Kabupaten Mimika.
Seorang karyawan asal Selandia Baru tewas dalam insiden itu, dan dua pekerja warga negara Indonesia luka tembak.
Rangkaian kekerasan di Papua tahun ini berlanjut. Konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata terjadi di berbagai wilayah. Di antaranya di Nduga, Mimika dan Intan Jaya.
Korban berasal dari warga sipil, aparat keamanan dan mereka yang diduga bagian dari kelompok bersenjata. Terduga pelakupun tidak hanya kelompok bersenjata, juga aparat keamanan dan orang tak dikenal.
“[Berbagai] insiden kita akui ada terjadi terutama [jelang] akhir tahun. Kita sendiri juga bingung kenapa terus terjadi seperti begini,” kata Wakil Ketua DPR Papua, Yulianus Rumbairusy akhir November lalu.
Akan tetapi DPR Papua, tidak ingin terburu buru menyimpulkan dugaan di balik kekerasan setiap jelang akhir tahun.
“Saya pikir kita tidak bisa menjustifikasi akhir tahun ini, sebelum kita punya data valid. Nanti kita salah lagi. sebelum kita punya data valid,” ujar Rumbairusy.
Aparat keamanan menduga ada berbagai motif di balik kekerasan yang diduga dilakukan kelompok bersenjata di Papua selama ini. Selain ingin menunjukkan eksistensinya, mereka juga berupaya mendapat perhatian dunia internasional.
Pascapenyerangan Kantor PT Freeport Indonesia, akhir Maret 2020 silam Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan kelompok kriminal bersenjata atau KKB yang melakukan penyerangan, ingin mendapatkan pengakuan dari masyarakat.
“Indikasi penembakan ini jelas bahwa mereka ingin menunjukan eksistensi mereka,” kata Paulus Weterpauw ketika itu.
Kapolda Papua menyatakan, KKB ingin menunjukkan kelompok mereka punya kekuatan. Akan tetapi yang korban adalah warga sipil.
Berkaitan dengan serangkaian penembakan yang diduga dilakukan KKB di Intan Jaya pada September 2020, Kapolda Papua menduga aksi itu berkorelasi dengan sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB ke-75, yang digelar 23 September 2020. Diduga KKB berupaya mencari perhatian saat pelaksanaan sidang umum PBB.
Kata Paulus Waterpauw, setelah beraksi KKB melakukan propaganda melalui media sosial. Menuding aparat keamanan sebagai pelaku penembakan.
Tuduhan menyudutkan TNI-Polri itu diduga sengaja disebar untuk menarik perhatian dunia internasional, agar menjadi pembahasan dalam sidang umum PBB.
“Ini pola-pola propaganda dimainkan oleh mereka. Kita tahu kok mau sidang PBB. Kita paham itu,” kata Paulus Waterpauw akhir September 2020.
Sejumlah Kasus Kekerasan Diduga Dilakukan Aparat Keamanan
Beberapa kasus kekerasan terhadap warga sipil di Papua, diduga dilakukan oknum aparat keamanan.
Misalnya dalam pembunuhan terhadap Pendeta Yeremias Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya pada 19 September 2020.
Hasil investigas Tim Gabungan Pencari Fakta bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan menduga pelaku adalah oknum aparat keamanan yang bertugas di sana.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau Komnas HAM RI dan Tim Kemanusiaan untuk Papua, juga merilis hasil investigasi serupa.
“Info dan data yang didapat tim menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat. Meskipun ada juga kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga,” kata Menkopolhukam Mahfud MD saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/10/2020).
Oknum aparat keamanan juga diduga terlibat membakar rumah Dinas Kesehatan Kabupaten Intan Jaya, pertengahan September 2020 silam.
Dalam kasus ini, Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat (Puspomad) telah menetapkan delapan prajurit TNI AD sebagai tersangka.
Mereka yakni Kapten Inf SA, Letda Inf KT, Serda MFA, Sertu S, Serda ISF, Kopda DP, Pratu MI, dan Prada MH.
Komandan Puspomad, Letjen TNI Dodik Widjanarko dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis (12/11/2020) mengatakan, penetapan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan Tim Investigasi Gabungan TNI AD dan Kodam XVII/Cenderawasih terhadap 12 orang yang terdiri dari 11 prajurit TNI AD dan satu warga sipil.
“Tim Investigasi Gabungan TNI AD dan Kodam XVII/Cenderawasih kini tengah berupaya melengkapi berkas perkara para tersangka guna membawa ke Oditur Militer III-19 Jayapura,” kata Dodik Widjanarko.
Menurutnya, apabila telah memenuhi syarat formal dan materil akan segera dilimpahkan ke Oditur Militer III-19 Jayapura.
“Para tersangka dijerat Pasal 187 (1) KUHP tentang pembakaran dan Pasal 55 (1) KUHP tentang perbantuan tindak kejahatan,” ujarnya.
Pembakaran rumah Dinas Kesehatan tersebut menyebabkan kerugian senilai Rp 1,3 miliar. Pihak TNI AD menyatakan akan membangun kembali rumah dinas itu seperti semula.
Tidak hanya dua kasus itu, oknum anggota TNI juga diduga terlibat dalam kasus tewasnya dua pemuda bersaudara di Intan Jaya, 21 April 2020.
Danpuspomad Letjen TNI Dodik Widjanarko mengatakan, korban Luther Zanambani dan Apinus Zanambani diduga tewas karena mendapat tindakan berlebihan saat diintrogasi di Koramil Sugapa, Intan Jaya. Keduanya diintrogasi lantaran dicurigai bagian dari KKB di sana.
Menurut Dodik, anggota TNI AD yang berada dan terlibat dalam peristiwa tersebut berusaha menghilangkan jejak kematian dua pemuda itu, dengan cara membakar jenazah kedua korban.
“Mayat korban lalu dibakar dan abu mayatnya dibuang di Sungai Julai di Distrik Sugapa,” kata Dodik dalam konferensi pers di Gedung Puspom AD, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Rabu (23/12/2020).
Dalam kasus ini, sembilan anggota TNI AD telah ditetapkan tersangka oleh Tim Gabungan Markas Besar Polisi Angkatan Darat bersama Kodam XVII Cenderawasih.
Menurut Letjen TNI Dodik Widjanarko para tersangka terdiri atas dua personel Kodim Paniai dan tujuh personel Yonit Pararider 433 JSD Kostrad.
“Inisial para tersangka, personel Kodim Paniai Mayor Inf ML dan Sertu FTP. Personel Yonif Para Raider 433 JS Kostrad yakni Mayor Inf YAS, Lettu Inf JMTS, Serka B, Seryu OSK, Sertu MS, Serda PG, dan Kopda MAY,” kata Letjen TNI Dodik Widjanarko.
Pihak TNI AD menetapkan sembilan anggotanya sebagai tersangka, setelah memeriksa sebanyak 19 saksi dari anggota TNI AD dan dua orang saksi warga sipil.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 170 ayat (1), pasal 170 ayat (2), pasal 351 ayat (3) KUHP, pasal 181 KUHP, pasal 132 KUHPM, dan pasal 55 (1) kesatu KUHP. Bersambung…..(Arjuna)